Kamis, 04 Juni 2009

Menakar Mashlaha dan Mafsadat Golput

Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang pengharaman bagi Golongan putih (golput) masih menuai kontroversi dan kecaman baik dari pengamat, intelektual, ormas, politisi dan masyarakat sendiri, walaupun juga ada yang mendukung. Wacana golput yang sempat mengemuka merupakan pandangan yang wajar
Persoalan golput dalam sistem demokrasi memang menjadi ganjalan jika jumlahnya sangat besar. Golput yang besar diyakini mengganggu ketenangan legitimasi proses demokrasi melalui pemilu ini. Kadang golput lebih besar jumlahnya dari pemilih, sehingga inilah yang sangat dikhawatirkan oleh parpol dan calon legislatif yang akan bertarung untuk lolos ke senayan.
Sementara itu, munculnya golput disebabkan tiga faktor yakni kekacauan yang disebabkan kekecewaan pemilih seperti tidak memperoleh kartu pemilih. Selanjutnya, faktor pragmatis disebabkan alasan yang mendesak atau situasi sehingga tidak memungkinkan untuk memilih. Faktor terbesar munculnya golput disebabkan adalah ideologis yang beranggapan memilih atau tidak sama saja.
Intelektual muda muslim, Abd. Moqsith Ghazali, menilai Majelis Ulama Indonesia (MUI) memang tidak perlu mengeluarkan fatwa haram tentang golput, katanya ketika Todays Dialogue dengan Kiai Makruf Amin di Metrotv (3/2) tentang “Obral Fatwa Haram MUI”.
“Jika ingin mendorong peningkatan partisipasi masyarakat terhadap pemilihan umum, sebaiknya mengeluarkan anjuran untuk menggunakan hak pilihnya,” tuturnya. Karena fatwa MUI juga tidak mengikat (ghairu multazam) untuk diikuti oleh umat Islam, kecuali kedudukan MUI berubah menjadi lembaga negara seperti MK atau MA.
Ketua fatwa MUI KH. Makruf Amin, mengatakan bahwa kesepaktan dalam Ijtima` Ulama kemarin adalah memilih pemimpin yang mempunyai kreteria: Pertama, jujur. Kedua, amanah. Ketiga, beriman dan Keempat, memperjuangkan aspirasi ummat Islam. Adalah hukumnya wajib.
Sedangkan, menurut ia, memilih pemimpin yang tidak mempunyai kreteria diatas adalah haram. Kalau tidak memilih pemimpin sama sekali alias golput padahal ada pemimpin yang jujur, amanah, beriman dan memperjuangkan aspirasi ummat adalah haram yang kemudian dimaknai golput.
KH Ma`ruf Amin mengakui, bahwa fatwa tentang kewajiban menggunakan hak pilih atau lebih populer dengan istilah fatwa golput memberi keuntungan pada partai-partaiIslam."Pemilih Islam, terutama yang tradisional, pasti akan ikut partai Islam," kata Ma`ruf Namun, untuk meraih suara pemilih rasional tentu partai-partai Islam tetap harus berjuangkerasbersaingdenganpartaisekuler.
Meski demikian, lanjut Ma`ruf, alasan utama dikeluarkannya fatwa itu lebih pada upaya untuk mendorong partisipasi masyarakat, terutama kalangan Islam, agar turut terlibat dalam pemilu yang merupakan sarana untuk memilih pemimpin."Nashbul imamah (memilih pemimpin) ini menurut perspektif agama adalah termasuk kewajiban," ujar kiai Makruf yang juga dewan pengarah bank-bank syari’ah kepada Risalah NU.
Menurut dia , karena anggota DPR/DPRD itu juga Ahli Syuraa, Ahlu hali wall aqdi (Ahli tempat orang-orang bermusyawarah), sedangkan Nabi sendiri diperintahkan oleh Allah untuk bermusyawarah dalam semua hal (wasyawirhum fil amri). Kalau Nabi saja dalam memecahkan perkara itu disuruh untuk bermusyawarah, apalagi yang bukan Nabi.
Sementara itu, menurut Masdar Farid Mas’udi, Ketua PBNU, bahwa golput dalam sejarah Islam sudah terjadi mada masa Khulafaurrasyidin. “Sayyidina Ali itu tidak ikut memilih Abu Bakar untuk mengganti nabi,” katanya.
Dalam fikih syiasah, menurut Masdar yang juga Direktur P3M, memilih pemimpin yang adil atau nasbu al imam bil al-adli ada kewajiban bagi setiap orang yang sudah berhak memilih, karena keadilan merupakan kunci dari setiap kepemimpinan. Dan yang menentukan kepemimpinan yang adil bukan tergantung dari coblosannya akan tetapi mengawal kepemimpinannya hingga kekuasaan berakhir.
Sedangkan keputusan yang hanya menghukumi memilih pemimpin (nasbu al imam) saja, tidak ada adilnya itu tidak bisa, karena orang memilih pemimpin yang tidak adil tidak ada gunanya, kepemimpinan hanya dua menit selesai.
“akan tetapi kalau memilih pemimpin yang adil kita harus mengawalnya selama lima tahun penuh, setelah dipilih tidak boleh di tinggalkan, kalau di tinggalkan menjadi dholim. Untuk memilih pemimpin yang adil merupakan kewajiban kaffah (fardlu kifayah),” tutur Masdar ketika ditemui Risalah NU.
Dikatakan Masdar, untuk memastikan menjadi pemimpin yang adil itu harus di kawal, bukan memilih pemimpin (nasbul imam) lalu ditinggal, yang mencoblos itu ikut dosa.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menilai, fatwa haram golput yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) belum tentu mendongkrak perolehan suara partai Islam pada pemilu nanti."Saya kira, tidak ada kaitan antara fatwa itu dengan kenaikan perolehan suara partai Islam," kata Hasyim yang dilansir oleh beberapa media kemuka.
Partai yang dinilai mampu memperjuangkan kesejahteraan yang akan dipilih, apa pun asasnya. Partai Islam dinilai tidak mampu membuktikan ke-Islam-annya dalam realitas politik, yang dilakukan sekedar formalisasi, belum mewujudkan Islam sebagai rahmat."Tingkahnya juga sama dengan partai sekuler. Pintar mendalil kalau perilakunya berbeda dengan yang didalilkan, ya sama saja. Masih baik yang sekuler tidak pakai memperkosa dalil," katanya tegas.
Golput bukan sebuah sikap politik yang berdiri sendiri. Karenanya, tidak dapat pula rakyat dipersalahkan dengan hukum yang tunggal. Seharusnya yang dilakukan MUI sebagai panutan umat atau warga memberikan evaluasi atau koreksi yang melatarbelakangi munculnya tindakan golput tersebut. Bukan malah menghakimi orang yang akan melakukan golput. Jadi MUI harus meninjau dengan kritis yang menyebabkan masyarakat golput.
Karena itu, memilih merupakan hak, dan hilangnya kepercayaan terhadap sebuah partai menjadi faktor semakin meningkatnya jumlah golput. Di tambah dengan tingkah laku para anggota Dewan yang dalam pandangan masyarakat memalukan, karena melakukan korupsi dan janji-janji kesejahteraan, membuat rakyat malas memilih wakilnya. Mashudi Umar

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda