Minggu, 26 Oktober 2008

Cara Melahirkan ‘Sufi’ Moderen

ESQ menjadi merek Ary Ginanjar dalam mentraining spiritual manusia. Bagaimana bentuk dan model trainingnya, wartawan Risalah NU melaporkannya

Oleh : Mashudi Umar

Penulis bersama Haris Muzakki dari Risalah NU mengikuti pelatihan ESQ (Emotional Spiritual Quotient) yang diadakan oleh Ary Ginanjar di Hotel Pasifik pada tanggal 21-23 Juni 2008 lalu. Penyelenggaraannya sangat mewah untuk ukuran pelatihan. Penulis melihat di antara beberapa peserta dari kalangan eksekutif papan atas, anggota legislatif, Polri, TNI, artis, selebritis, aktivis, dan ormas, bahkan dari luar negeri juga seperti Thailand, Malaysia, ikut jadi peserta. Penulis jadi kaget, ada apa dengan pelatihan ESQ yang pesertanya kalangan elite, orang berduit, dan tempatnya juga di hotel berbintang?

Pada hari pertama, seksi acara -menurut penulis- sangat disiplin mengantarkan dan menanyakan peserta. Lalu penulis bersama Muzakki masuk, di dalam sudah banyak peserta, penulis terlambat tidak sesuai dengan jadwal yang diberikan. Di depan Ary Ginanjar sudah siap menyambut peserta dan memperkenalkan diri beserta pelatih-pelatih yang lain. Dia juga menyambut perwakilan dari NU untuk berdiri memperkenalkan terhadap peserta yang lain. “Mana yang dari NU, silahkan berdiri,” kata Ary Ginanjar. Akhirnya kami yang dari NU semuanya berdiri sambil melambaikan tangan pada peserta yang lain.

Dalam pengantarnya, ia menjelaskan tentang training ESQ, “bahwa pelatihan ini tidak perlu ditulis, semuanya sudah lulus sambil dia ketawa. Saya bukan ustad, bukan dai saya minta maaf terhadap ustad-ustad dari NU dan Muhammadiyah,” kata Ary Ginanjar. Setelah perkenalan selesai, lalu ia memutar dan membacakan ayat-yat suci Al-Quran yang berkaitan dengan kehidupan dan ke-Esaan Tuhan. Ia sendiri membaca dan memberikan penafsiran. Karena di depan sudah disiapkan papan yang sangat lebar sekali. Ketika ia membacakan ayat-ayat Al-Quran tadi baik yang berkaitan dengan kematian, tentang reziki, tentang ke-Esaan Tuhan, semuanya itu dibarengi dengan iringan musik yang menggetarkan badan disamping juga suaranya yang lantang membuat peserta terhipnotis termasuk penulis.
S
elanjutnya ia memberikan beberapa metodelogi terhadap peserta, setelah membacakan ayat-ayat tadi, sebelum acara ditutup diisi dengan permainan, olah raga fisik dan nyanyian kebanggaan ESQ. Lalu Ary Ginanjar juga memperkenalkan ciri khas pelatihan ESQ, misalnya setiap selesai pelatihan dan mau isrirahat dan salat, peserta sesama jenis harus saling salaman dan cium pipi dan juga mengucapkan “pagi” kepada seluruh peserta training. “Jadi setiap peserta kalau ketemu pada peserta yang lain harus mengucapkan pagi, ini mengambil dari ayat Al-Quran yang berbunyi Wa Al-Dhuha, yang diartikan “pagi”.”

Dan dia memperkenalkan juga ciri khas dan karakter pribadi ESQ tentang 7 (tujuh) budi utama: jujur, tanggung jawab, visioner, disiplin, kerjasama, adil, dan peduli, sambil memainkan tangan sesuai dengan petunjuknya. Setiap mau istirahat tujuh budi utama ini selalu dinyanyikan oleh Ary Ginajar dan alumni-alumninya.

Memasuki hari yang kedua, model penyampaian juga tidak jauh berbeda dengan hari pertama, tapi hari kedua penulis melihat seorang Ary Ginanjar benar-benar membuat hipnotis peserta dengan ayat-yat Al-Quran yang dia tafsirkan serta sebab turunnya ayat (asbabul nuzul). Peserta di sini benar-benar dibuat histeris, menangis melihat apa yang disampaikan Ary Ginajar yang diiringi suara musik. Lampu dimatikan, peserta duduk lesehan, dan di depan sudah siap memutar ayat-ayat Al-Quran. Peserta mendengarkan dengan khusyuk, ingat pada dosa, harus istigfar bahkan sebagian ada yang menangis sambil menyebut ”Allahu Akbar”, ”Astagfirullahal Adhim, ampunilah dosa kami.” Ary ginanjar menambah velome suaranya yang lantang, peserta benar-benar terhiptonis oleh metodelogi yang dimainkan. Seakan-akan benar-benar terjadi gambaran tersebut.

Menurut penulis, katakutan peserta karena raungan suara yang diciptakan melalui musik tadi yang ditengahi suara Ary yang lantang. Waktu menangis hanya satu jam. Setelah itu peserta bisa happy lagi, ketawa lagi. Bahkan Ary memainkan tebak-tebakan berhadiah. Di tengah-tengah istirahat ini, penulis sambil menyantap snack yang disediakan oleh panitia berkenalan dengan peserta yang lain yang ternyata dari Yogya. Dia datang dari jauh dengan membayar mahal untuk mengikuti acara ini.

Masuk pada hari ketiga, hari terakhir ternyata suguhannya beda. Penulis disuguhi formulir untuk menanam saham terhadap kantor ESQ. penulis bertanya-tanya lagi dalam hati, pelatihan kok ada sahamnya ini, pelatihan apa ini? Sementara panitia yang lain sibuk mengantarkan formulir kepada peserta yang lain dan yang punyak duit. Penulis yang tidak punya uang langsung memasukkan formulir ke dalam tas diam-diam.

“Kantor ESQ ini berlantai 25 sesuai dengan jumlah nabi,” kata Ary Ginanjar memulai meminta sumbangan dan menggugah kantong peserta. “Kalau kantor ini selesai nanti kita training tidak perlu menyewa hotel lagi, karena sudah ada tempatnya. Dan lantai 25 adalah mushalla, tempatnya orang salat, bertasbih dan istigfar,” kata Ary Ginajar. Sebagian peserta sudah ada yang mengisi formulir itu dan menulis nominalnya. Minimal uang yang disodorkan sebesar Rp 1 juta. “Untuk mahasiswa bisa utang,” kata Ary, mencoba menjelaskan terhadap paserta yang mahasiswa.

Formulir yang sudah diisi, langsung disetorkan kepada panitia. Tapi penulis tidak tahu berapa jumlah semuanya uang yang dikumpulkan dari 900-an orang peserta. “Kalau ikut pelatihan ini berarti dapat petunjuk,” ujar Ary Ginanjar. Menurut hemat penulis mana ada dengan waktu yang sangat singkat sekali orang bisa dapat petunjuk dari Allah, orang bisa menangis, orang bisa sadar apalagi hanya beberapa jam saja. Apalagi yang melatih (maaf) menurut penulis cara menafsirkan Al-Quran sangat instan sekali, tidak memahami Asbabul Nuzul, dan mengartikan Asmaul Husna ambil apa adanya, seperti membaca buku diterjemahan-terjemahan itu.

Dalam teori tradisional, teori pesantren, orang yang mengartikan Al-Quran harus memahami ilmu balaghah, ilmu mantiq, juga nahwu-sharaf sebagai kerangka metodelogi pemaknaan-pemaknaan Al-Quran. Termasuk juga harus memahami azbabul nuzul dan ilmu tafsir.

(Dipublikasikan di Majalah Risalah NU,No.10/Thn II/1429 H)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda